Wednesday, July 22, 2015

Hadits Keempat: Larangan Tabarruk dari Pepohonan dan Sejenisnya




Hadits Keempat: Larangan Tabarruk dari Pepohonan dan Sejenisnya
Syaikh Robi' bin Hadi al Madkholi

عن أبي واقد الليثي – رضي الله عنه – قال: خرجنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم إلى حنين ونحن حدثاء عهد بكفر، وللمشركين سدرة يعكفون عندها وينوطون بها أسلحتهم يقال لها ذات أنواط، فمررنا بسدرة، فقلنا يا رسول الله اجعل لنا ذات أنواط، كما لهم ذات أنواط فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم:
« الله أكبر إنها السنن قلتم والذي نفسي بيده، كما قالت بنو إسرائيل لموسى: ﴿اجعل لنا إلهاً كما لهم آلهة قال إنكم قوم تجهلون﴾ لتركبن سنن من كان قبلكم ».
(أخرجه أحمد والترمذي وصححه ، وعبد الرزاق وابن جرير وابن المنذر وابن أبي حاتم والطبراني بنحوه).
Dari Abu Waqid al Laitsi rodhiyallahu 'anhu, beliau berkata: Kami keluar bersama Rosulullah shollallahu 'alaihi wa sallam ke Hunain dan kami baru saja keluar dari kekafiran. Kaum musyrikin mempunyai pohon yang mereka tinggal di sekitarnya dan mereka menggantungkan senjata-senjata mereka di pohon itu, dinamai Dzaatu Anwaath. Maka kami melewati pohon itu, lalu kami katakan, 'Wahai Rosulullah, buatkanlah untuk kami Dzaatu Anwaath sebagaimana Dzaatu Anwaath punya mereka.' Lalu berkata Rosulullah shollallahu 'alaihi wa sallam, "Allahu Akbar, demi Dzat yang jiwaku ada di tanganNya, sungguh kalian telah berkata seperti Bani Isroil telah berkata kepada Musa, ['... buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala).' Musa menjawab: 'Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan).'] Sungguh kalian akan mengikuti jalan-jalan orang sebelum kalian."
(Dikeluarkan oleh Ahmad[1], Tirmidzi[2] dan beliau menshohihkannya, Abdur Rozzaq[3], ibnu Jarir[4], ibnul Mundzir[5], ibnu Abi Hatim, dan ath Thobroni[6] dengan yang semisalnya).

Periwayat Hadits:
Beliau adalah Abu Waqid al Laitsi nisbat kepada Laits bin Abd Manaf, dikatakan namanya al Harits bin Malik, dikatakan oleh yang lain ibnu 'Auf. Al Jama'ah telah meriwayatkan darinya, dan beliau mempunyai dua hadits di dalam Shohihain. Dikatakan bahwa dia mengikuti perang Badr, dan dikatakan juga bahwa dia termasuk muslim yang mengalami masa Fathul Makkah. Meninggal tahun 68 H ketika berumur 85 tahun.

Kosa Kata:
حنين : tempat yang dekat dengan Makkah.
حدثاء عهد بكفر : artinya masa mereka dekat dengan kekafiran (baru masuk Islam, pent.)
سدرة : satu jenis dari pohon.
يعكفون عندها : al 'ukuf adalah tinggal di suatu tempat.
ينوطون : menggantungkan senjata-senjata pada pohon itu dalam rangka mencari berkah.
السنن : jalan-jalan atau metode-metode.

Makna Global:
Ketika perang Hunain, di dalam pasukan Rosulullah shollallahu 'alaihi wa sallam ada orang-orang yang baru masuk Islam, belum kokoh dalam keIslamannya, dan belum mantap dalam memahami dakwah Islamiyyah dan dalam memahami aqidah dan asas-asas karena masih dekat dengan masa kejahiliyahan dan kesyirikan. Mereka melewati kaum musyrikin yang sedang tinggal di sekitar pohon dalam rangka mencari berkah dan mengagungkannya. Orang-orang yang baru masuk Islam melihat mereka melakukan hal itu sehingga mereka minta kepada Rosulullah untuk membuatkan pohon tempat menggantungkan senjata-senjata guna mencari berkah dan bukan bermaksud untuk menyembahnya. Menurut sangkaan mereka, Islam memperbolehkan pencarian berkah semacam ini dan dengan cara ini mereka dapat mencapai kemenangan atas musuh-musuh mereka.
Permintaan yang aneh dan ajaib ini mengejutkan Rosulullah shollallahu 'alaihi wa sallam, maka beliau mengatakan kalimat pengagungan yang sepantasnya dapat diambil pelajaran bagi umatnya sampai hari kiamat: "Allahu Akbar, demi Dzat yang jiwaku ada di tanganNya, sungguh kalian telah berkata seperti Bani Isroil telah berkata kepada Musa, ['... buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala).' Musa menjawab: 'Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan).']"
Alangkah pentingnya bagi muslimin untuk memahami pelajaran ini dan alangkah pentingnya bagi ulama khususnya untuk meneriakkan kalimat ini dengan kuat dan keras di hadapan orang awam dan yang sejenisnya di mana mereka mencari berkah kepada orang hidup, orang mati, pohon, dan batu dengan sangkaan bahwa itu termasuk agama Islam. Dan orang yang tidak takut kepada Allah dan tidak mengharap kepada Allah dan hari akhir dari budak-budak harta dan jabatan menghiasi perbuatan itu dan memunculkan perasaan-perasaan bodoh dan polos, sehingga mengokohkan mereka di atas kebatilan dan menarik mereka ke kancah peperangan melawan al haq dan tauhid.

Faidah yang diperoleh dari Hadits:
1. Larangan menyerupai orang-orang jahiliyah.
2. Penyerupaan Nabi shollallahu 'alaihi wa sallam antara permintaan mereka dengan permintaan Bani Isroil.
3. Sesungguhnya perbuatan yang dicela untuk Bani Isroil, juga dicela untuk umat ini jika mereka melakukannya.
4. Dalam hadits terdapat pemberitaan tentang kaidah menutup pintu kejelekan.
5. Juga terdapat sebuah tanda dari tanda-tanda kenabian yaitu terjadinya peristiwa yang telah dikabarkan Nabi shollallahu 'alaihi wa sallam sebelumnya.
6. Takut dari kesyirikan dan bahwa manusia terkadang menganggap baik sesuatu yang dia kira dapat mendekatkan diri kepada Allah yang ternyata malah sangat menjauhkannya dari rahmatNya bahkan mendekatkan kepada kemurkaanNya.

Sumber: Mudzakkirotul Hadits an Nabawiy fil Aqidah wal Ittiba'


[1] 5/228.
[2] Kitab al Fitan: hadits nomor (2180), (4/475).
[3] (11/369) hadits nomor 10763.
[4] (9/45-46).
[5] Lihat ad Durrul Mantsur (3/533).
[6] (3/275) hadits nomor (3290-3294).