Saturday, February 14, 2015

Tangisan Shalafush Sholeh karena Takut Allah


Menangis karena khasyatullah (rasa takut kepada Allah Ta’ala) merupakan amalan hati yang mulia karena dapat menghalangi diri dari bermaksiat kepada-Nya. Orang-orang shalih terdahulu menangis karena Allah yang merupakan penyebab turunnya rahmat Allah. Hati mereka begitu lembut, peka dan halus.
Berikut ini beberapa kisah dari para shalafush sholeh tentang tangisan mereka karena takut kepada Allah.

1.
Dari Abdurrahman bin Hafsh al-Qurasyi, dia menuturkan biasanya apabila Ali bin Husain berwudhu wajahnya memucat. Hal ini menyebabkan keluarganya bertanya, “Mengapa hal itu selalu terjadi padamu ketika berwudhu?” Ia pun menjawab, “Tahukah kalian di hadapan siapakah aku hendak berdiri?”

2.
Dari Abu Shalih, dia berkata, “Tatkala penduduk Yaman datang ke Madinah pada masa pemerintahan khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu’anhu, mereka mendengarkan al-Qur’an, lalu menangis. Kemudian Abu Bakar pun berkata, ‘Seperti inilah keadaan kami (para shahabat dahulu), kemudian setelah zaman berlalu mengeraslah kebanyakan hati manusia’.” [diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah]

3.
Asy-Sya’bi berkata bahwa Umar bin Khaththab radhiyallahu’anhu pernah mendengarkan seorang laki-laki sedang membaca,
Artinya: “Sesungguhnya azab Rabbmu pasti terjadi. Tidak seorang pun yang dapat menolaknya.” [QS. Ath-Thur: 7-8]
Kemudian Umar pun menangis dan tangisannya semakin menjadi-jadi. Maka ditanya tentang hal tersebut. Ia pun menjawab, “Tinggalkan aku sendiri! Karena aku telah mendengar sumpah yang haq itu dari Rabbku.”

4.
Al-Marwadzi menuturkan bahwa Imam Ahmad jika mengingat kematian, air matanya tak dapat tertahankan. Ia berkata, “Ketakutan menghalangi aku dari makan dan minum. Apabila aku mengenang kematian menjadi hinalah seluruh isi dunia di hadapanku. Sesungguhnya ia hanyalah makanan dan pakaian (yang tiada artinya dibandingkan dengan yang ada di akhirat). Sesungguhnya hari-hari di dunia adalah hari-hari yang sedikit tidak sebanding dengan kefakiran, kalau sekiranya aku menemukan suatu jalan niscaya aku akan keluar dari jalan tersebut sehingga aku tidak akan pernah mengenang kematian.”

5.
Dari Abu as-Safar, dia menceritakan bahwa Ali sering terlihat mengenakan baju tertentu. Ketika beliau ditanya akan hal itu, beliau menjawab, “Sesungguhnya pakaian itu adalah pemberian kekasih dan kesayanganku yaitu Umar. Sesungguhnya Umar selalu menasehati (orang lain) karena Allah, maka Allah memberinya petunjuk.” Lantas Ali pun menangis. [diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah]

6.
Dari Abdurrahman bin Abdullah bin Mas’ud, dia berkata, “Ayahku pernah berkata kepadaku, ‘Takutlah terhadap Rabbmu, menetaplah di rumahmu, kuasailah lidahmu, dan menangislah dengan mengingat dosa-dosamu’.” [diriwayatkan oleh Ibnu Abi ad-Duniya]

7.
Dari Syaqiq bin Salamah, dia berkata, “Kami pernah masuk ke rumah Khabbab radhiyallahu’anhu untuk menjenguknya, lalu Khabbab berkata, ‘Di dalam kotak ini ada 80 ribu dirham. Aku tak pernah mengikatnya dengan tali, dan tidak pula menahannya dari orang yang meminta.’ Kemudian orang-orang bertanya, ‘Lantas apa yang membuat anda menangis?’ Khabbab menjawab, ‘Para sahabatku telah pergi, dan dunia tidak membuat mereka kekurangan sedikit pun (karena zuhud). Lalu tersisalah orang-orang seperti kita (yang hidup bergelimang harta) sampai-sampai tidak mendapatkan tempat untuk menaruhnya kecuali tanah’.” [diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan al-Hakim, dan riwayat lain yang menguatkannya ada di Shahih al-Bukhari]

8.
Ja’far berkisah, “Suatu saat kami berkunjung ke rumah Abi at-Tayyah untuk menjenguknya, maka dia berkata, “Demi Allah, seharusnya seorang muslim menambah usaha dan kesungguhan mereka ketika melihat apa yang melanda manusia berupa keacuhan dan sikap peremehan mereka terhadap perintah Allah’. Lalu ia pun menangis.”

9.
Dari Abu Raja’ al-Utharidi, dia menuturkan, “Tempat mengalirnya air mata Ibnu Abbas seperti tali sandal yang usang karena banyaknya air mata yang mengalir.”

10.
Dari Atha’ al-Khaffaf, dia berkata, “Tak pernah satu kali pun aku menjumpai Sufyan ats-Tsauri, melainkan dalam keadaan menangis.” Aku bertanya , ‘Ada apa denganmu?’ Ia menjawab. ‘Aku merasa takut kalau aku yang disebut dalam Lauhul Mahfuzh sebagai orang yang sengsara’.”

11.
Al-Hasan al-Bashri rahimahullah melihat seorang pemuda sedang tertawa terbahak-bahak. Maka al-Hasan berkata kepadanya, “Wahai anak muda, apakah kamu telah melewati sirath(titian menuju surga yang terbentang di atas neraka, pent)?”

“Tidak,” jawab sang pemuda. Al-Hasan bertanya lagi, “Apakah engkau mengetahui bahwa dirimu termasuk penghuni surga atau penghuni neraka?”
“Tidak juga,” ujar sang pemuda. “Lalu mengapa kamu tertawa seperti itu,” kata al-Hasan. Setelah peristiwa itu, si pemuda tidak pernah tertawa lagi hingga maut menjemputnya.

Itulah beberapa kisah mereka yang patut kita contoh. Namun jangan lupa untuk menyembunyikan amalan hati ini agar kita terlepas dari penyakit riya’ dan ujub. Berusahalah untuk menyembunyikan tangisan semampunya. Jika tak mampu maka berdoalah dengan doa berikut ini:

Artinya: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari menyekutukan-Mu dengan sesuatu pun, sementara aku mengetahuinya. Dan aku memohon ampunan-Mu dari perbuatan syirik yang tidak aku sadari.” [HR. al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad, Abu Ya'la dan adh-Dhiya' dalam al-Mukhtar].
-Shalihah.com-

Rujukan: Menangis, Terapi Syar’i Meluluhkan Kerasnya Hati, Shalih bin Shuwalih al-Hasawi, Penerbit Darul Haq