Abu Al-Jauzaa' :, 29
Mei 2008
Tanya : Apa hukumnya
mempercayai ramalan seorang paranormal ? Saya perhatikan, kadang ramalan seorang
paranormal itu benar sebagaimana ramalan Mama Loren tentang musibah beruntun di
awal tahun 2007 ?
Jawab : Sebelum
menjawab pertanyaan Saudara, ada beberapa hal yang perlu diketahui sebagai
berikut :
1.
Yang mengetahui urusan ghaib hanyalah
Allah ta’ala sebagaimana firman-Nya :
إِنّ اللّهَ
عِندَهُ عِلْمُ السّاعَةِ وَيُنَزّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الأرْحَامِ
وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مّاذَا تَكْسِبُ غَداً وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيّ أَرْضٍ
تَمُوتُ إِنّ اللّهَ عَلَيمٌ خَبِيرٌ
“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya
sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan
mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui
(dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang
dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Mengenal” (QS. Luqman : 34).
وَعِندَهُ
مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لاَ يَعْلَمُهَآ إِلاّ هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرّ
وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلاّ يَعْلَمُهَا وَلاَ حَبّةٍ فِي
ظُلُمَاتِ الأرْضِ وَلاَ رَطْبٍ وَلاَ يَابِسٍ إِلاّ فِي كِتَابٍ
مّبِينٍ
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci
semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia
mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang
gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam
kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan
tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)" (QS. Al-An’am :
59).
Perkara ghaib yang dimaksudkan dalam ayat
di atas adalah semua perkara yang tidak mungkin dijangkau oleh akal dan indera
manusia, seperti menentukan hari Kiamat, kapan kepastian lahir dan mati
seseorang, apa yang akan dilakukan manusia atau makhluk lain esok hari, dan yang
lainnya.
kepada para utusan-Nya sesuai dengan kehendak-Nya. Allah berfirman :
مّا كَانَ اللّهُ
لِيَذَرَ الْمُؤْمِنِينَ عَلَىَ مَآ أَنْتُمْ عَلَيْهِ حَتّىَ يَمِيزَ الْخَبِيثَ
مِنَ الطّيّبِ وَمَا كَانَ اللّهُ لِيُطْلِعَكُمْ عَلَى الْغَيْبِ وَلَكِنّ اللّهَ
يَجْتَبِي مِن
رّسُلِهِ مَن يَشَآءُ فَآمِنُواْ بِاللّهِ وَرُسُلِهِ وَإِن
تُؤْمِنُواْ وَتَتّقُواْ فَلَكُمْ أَجْرٌ عَظِيمٌ
“Allah sekali-kali tidak akan membiarkan
orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia
menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin). Dan Allah sekali-kali
tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah
memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya. Karena itu
berimanlah kepada Allah dan rasul-rasulNya; dan jika kamu beriman dan bertakwa,
maka bagimu pahala yang besar” (QS. Aali ‘Imran : 179).
عَالِمُ
الْغَيْبِ فَلاَ يُظْهِرُ عَلَىَ غَيْبِهِ أَحَداً * إِلاّ مَنِ ارْتَضَىَ مِن
رّسُولٍ فَإِنّهُ يَسْلُكُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ
رَصَداً
"(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang
ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu.
Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan
penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya” (QS. Al-Jin :
26-27).
Ibnu ‘Abbas berkata,”Ayat ini maksudnya :
Allah hanya memberi tahu kepada para utusan-Nya perkara ghaib melalui wahyu.
Selanjutnya mereka (para utusan-Nya – yaitu para Nabi dan Rasul) memperlihatkan
kepada umatnya perkara ghaib ini dan hukum Allah lainnya, sedangkan selain
utusan-Nya tidak ada yang mengetahui” (lihat Tafsir Ad-Durrul-Mantsur 8/309 oleh
As-Suyuthi).
Meskipun demikian, tidaklah para utusan
Allah dari kalangan Nabi dan Rasul itu mengetahui perkara ghaib secara mutlak,
melainkan sebatas yang diberitahukan Allah kepadanya. Allah berfirman
:
قُل لاّ أَقُولُ
لَكُمْ عِندِي خَزَآئِنُ اللّهِ وَلآ أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلآ أَقُولُ لَكُمْ إِنّي
مَلَكٌ إِنْ أَتّبِعُ إِلاّ مَا يُوحَىَ إِلَيّ
“Katakanlah: Aku tidak mengatakan
kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui
yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat.
Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku” (QS. Al-An’am :
50).
قُل لاّ أَمْلِكُ
لِنَفْسِي نَفْعاً وَلاَ ضَرّاً إِلاّ مَا شَآءَ اللّهُ وَلَوْ كُنتُ أَعْلَمُ
الْغَيْبَ لاَسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسّنِيَ السّوَءُ إِنْ أَنَاْ
إِلاّ نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik
kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang
dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat
kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak
lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang
yang beriman." (QS. Al-A’raf : 188).
‘Aisyah radliyallaahu ‘anhaa berkata
:
ومن حدثك أنه
يعلم ما في غد فقد كذب ثم قرأت { وما تدري نفس ماذا تكسب غدا }
“Dan barangsiapa menceritakan kepadamu
bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam mengetahui apa yang terjadi waktu
besok, maka sungguh dia berkata dusta”. Lalu ‘Aisyah membecakan ayat : “Dan
tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang diusahakannya
besok” (HR. Bukhari nomor 4574 Bab Tafsiri Suratin-Najm).
Dari apa yang telah
dijelaskan di atas, nyatalah bagi kita semua bahwa perkara ghaib mutlak menjadi
hak Allah, dan Dia hanya memberikan sebagian pengetahuan tersebut kepada para
Nabi dan Rasul untuk membuktikan kebenaran risalah yang
dibawanya.
Jikalau ada orang
yang mengaku bahwa ia mengetahui sebagian perkara/urusan ghaib, maka dapat
dipastikan bahwa ia berdusta berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Mereka lah
orang-orang yang disebut sebagai dukun (kahin - alias mbah
dukun).
Terkadang, memang,
perkataan dukun tersebut secara kebetulan mencocoki kebenaran. Ada hadits shahih
yang menjelaskan fenomena ini. Diriwayatkan dari ‘Aisyah radliyallaahu ‘anhaa ia
berkata :
سأل رسول الله صلى الله عليه وسلم ناس عن الكهان فقال ليس بشيء
فقالوا يا رسول الله إنهم يحدثوننا أحيانا بشيء فيكون حقا فقال رسول الله صلى الله
عليه وسلم تلك الكلمة من الحق يخطفها الجني فيقرها في أذن وليه فيخلطون معها مائة
كذبة
Orang-orang bertanya
kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam tentang berita-berita yang
disampaikan para dukun. Beliau menjawab : “Berita-berita tersebut bohong
belaka”. Mereka berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya berita-berita yang
mereka sampaikan itu terkadang sesuai kenyataan?”. Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam menjawab : “Itulah kebenaran yang dicuri oleh jin, lalu
dibisikkannya ke telinga pengikutnya. Lalu ia mencampurkannya dengan seratus
kebohongan” (HR. Bukhari nomor 5429 Bab : Al-Kahaanah dan Muslim nomor 2228 Bab
: Tahriimil-Kahaanah).
Dari Abu Hurairah
radliyallaahu ‘anhu, bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam
bersabda :
إذا قضى الله الأمر في السماء ضربت الملائكة بأجنحتها خضعانا
لقوله كالسلسلة على صفوان قال علي وقال غيره صفوان ينفذهم ذلك فإذا { فزع عن قلوبهم
قالوا ماذا قال ربكم قالوا } للذي قال { الحق وهو العلي الكبير } فيسمعها مسترقو
السمع ومسترقو السمع هكذا واحد فوق آخر ووصف سفيان بيده وفرج بين أصابع يده اليمنى
نصبها بعضها فوق بعض فربما أدرك الشهاب المستمع قبل أن يرمي بها إلى صاحبه فيحرقه
وربما لم يدركه حتى يرمي بها إلى الذي يليه إلى الذي هو أسفل منه حتى يلقوها إلى
الأرض وربما قال سفيان حتى تنتهي إلى الأرض فتلقى على فم الساحر فيكذب معها مائة
كذبة فيصدق فيقولون ألم يخبرنا يوم كذا وكذا يكون كذا وكذا فوجدناه حقا للكلمة التي
سمعت من السماء
“Apabila Allah
menetapkan perintah di atas langit, para malaikat mengepakkan sayap-sayapnya
karena patuh akan firman-Nya, seakan-akan firman (yang didengar) itu seperti
gemerincing rantai besi (yang ditarik) di atas batu rata. Hal itu memekakkan
mereka (sehingga mereka jatuh pingsan karena ketakutan). Maka apabila telah
dihilangkan rasa takut dari hati mereka, mereka berkata : “Apa yang difirmankan
Tuhanmu ?”. Mereka menjawab : “(Perkataan) yang benar. Dan Dial ah Yang Maha
Tinggi lagi Maha Besar”. Ketika itulah, (syaithan-syaithan) penyadap berita
(wahyu) mendengarnya. Keadaan penyadap berita itu seperti ini : sebagian mereka
di atas sebagian yang lain – digambarkan oleh Sufyan (perawi hadits –
Abul-Jauzaa') dengan telapak tangannya, dengan direnggangkan dan dibuka
jari-jemarinya – maka ketika penyadap berita (yang di atas) mendengar kalimat
(firman) itu, disampaikannyalah kepada yang di bawahnya. Kemudian disampaikan
lagi kepada yang ada di bawahnya, dan demikian seterusnya hingga disampaikan ke
mulut tukang sihir atau tukang ramal. Akan tetapi, kadangkala syaithan penyadap
berita itu terkena syihab (meteor) sebelum sempat menyampaikan kalimat (firman)
tersebut, dan kadangkala sudah sempat menyampaikannya sebelum terkena syihab.
Lalu dengan satu kalimat yang didengarnya itulah, tukang sihir atau tukang ramal
melakukan seratus macam kebohongan. Mereka (yang mendatangi tukang sihir atau
tukang ramal) mengatakan : “Bukankah dia telah memberitahu kita bahwa pada hari
begini akan terjadi begitu (dan itu benar terjadi)”; sehingga dipercayalah
tukang sihir atau tukang ramal tersebut karena satu kalimat yang telah didengar
dari langit” (HR. Bukhari nomor 4424 dan 4522).
Pada hakikatnya,
dukun tersebut telah menjadi wali syaithan dalam berbuat makar kepada Allah
untuk menyesatkan manusia. Khabar-khabar yang disampaikan syaithan tersebut
mengharuskan dirinya berbuat maksiat kepada Allah, termasuk mengerjakan
kesyirikan yang merupakan dosa besar yang paling besar di sisi
Allah.
Haram hukumnya bagi
kita mempercayai perkataan dukun yang mengkhabarkan perkara ghaib. Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam telah bersabda :
من أتى عرافا فسأله عن شيء لم تقبل له صلاة أربعين
ليلة
“Barangsiapa
mendatangi tukang ramal, lalu menanyakan kepadanya tentang sesuatu lalu ia
membenarkannya, maka tidak diterima shalatnya selama empat puluh malam” (HR.
Muslim nomor 2230).
من أتى حائضا أو امرأة في دبرها أو كاهنا فقد كفر بما أنزل على
محمد صلى الله عليه وسلم
“Barangsiapa yang
mendatangi (menggauli) istrinya yang sedang haidl atau mendatangi (menggauli)
istrinya pada duburnya, atau mendatangi dukun lalu membenarkan perkataannya;
maka sesungguhnya ia telah berlepas diri (kufur) dari ajaran yang diturunkan
kepada Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam” (HR. Abu Dawud nomor 3904,
At-Tirmidzi nomor 135, An-Nasa’i dalam Al-Kubra 10/124, dan yang lainnya;
shahih).
Kesimpulan : Praktek
perdukunan adalah haram. Bahkan ia termasuk dalam perkara-perkara yang dapat
membatalkan ke-Islaman seseorang. Haram pula bagi kita untuk mendatangi,
menanyakan sesuatu, dan mempercayai apa yang diucapkan oleh dukun/tukang ramal.
Apabila yang ucapkan si dukun tersebut adalah benar, maka itu hanyalah sebuah
kebetulan saja. Betapa banyak (baca : kebanyakan) ramalan seorang dukun meleset,
tidak sesuatu dengan kenyataan. Allaahu a’lam.
Abul-Jauzaa'
Al-Bogory