Sunday, March 1, 2015

Menikahlah dengan Yang Manis


Menikah adalah salah satu pilihan dan sebuah kunci sarana menuju kebahagiaan, dapat dengan mudah sebuah perubahan disaksikan didepan mata kamu pastinya perbedaan antara orang yang telah menikah dengan yang belum menikah. Dalam sebuah raut muka dan wajah penuh garis tawa lebih banyak menyemburatkan asa dibandingkan gejolak lara maupun derita. Jangankan air mukanya, seseorang yang telah menikah tentunya bisa kamu cirikan adanya perubahan fisik dalam jarak sebelum dan sesudah menikah. 

Menikah adalah sunnah para Nabi dan Rasul yang diutus oleh Allah azza wa jalla, keseluruhan dari pembawa berita berupa kabar gembira serta pemberi peringatan itu tidaklah melajang. Bahkan diantaranya ada yang poligami atau menikah dengan banyak istri. Karena memang hukum asal nikah itu ialah poligami bukanlah monogami. Namun terkadang tuduhan tersebut pastinya bisa kita rasakan dari sorotan musuh-musuh Islam, padahal tanpa disadari raja-raja romawi, persia, dan yunani adalah pelaku pernikahan bukan tunggal.

Kamu, tentunya akan memiliki banyak pertanyaan soal pernikahan ini. Ragam ragu menyesakkan dada dan sejuta tanya menyeruak membakar nelangsa. Kamu yang merasa aktivis dakwah, dibesarkan di jalan dakwah, ataupun baru memulai debutnya di kancah gerakan dakwah pastinya tahu kalau diantara para aktivis dakwah ialah orang-orang yang sangat semangat untuk menikah, betul gak?
Dan itu merupakan dambaan bagi setiap ikhwani wa akhwati fillah. Ketika jalan dakwah tidak bisa diretas sendiri, ketika sang penyemangat harus hadir menggelorakan dada, pengangkat bahu dikala mad’u yang kamu pimpin halaqohnya menjadi suasana paling tabu. Disanalah pernikahan memainkan peranannya. Fungsi keteduhan, keseimbangan, serta kebahagiaan teramu menjadi satu. Tapi itu semua bisa terjadi jika kamu menikah dengan yang manis!

Lho kok menikah dengan yang manis? Kok kayak iklan sebelum berbuka puasa oleh salah satu perusahaan air berwarna coklat dengan kemasan? Lho kok harus manis dengan asumsi apakah yang namanya pernikahan akan selalu manis? Dan juga menikah itu selalu penuh dengan aroma manis?
Mari kita berbincang soal rasa manis kawan, jangan masukkan manis kedalam pernikahan terlebih dahulu. Sebab dibalik kata manis itu pasti akan tercetus sebuah identitas rasa yang terpancar melalui aroma. Manis itu adalah cita rasa paling nikmat di dunia. Bahkan seorang penderita diabetes melitus masih mencari rasa manis walaupun dengan pelarian kepada gula jagung atau bisa juga low cholesterol.

Manis adalah aroma kenikmatan yang sangat membahagiakan, siapapun yang mereguknya dengan baik maka dari manis itu terpancar senyum simpul menyehatkan dan mengaliri sendi kromosom dengan terasa mengasyikkan.

Menikahlah dengan yang manis, manis disini bermaksud hendaklah sesorang menjadikan tujuan dari pernikahan dengan akhir kebahagiaan, dengan akhir kenikmatan, dan dengan hasil kesempurnaan. Menikah dengan yang manis adalah proses memulai dengan awalan yang cermat agar mendapatkan hasil yang tepat. Lantas siapakah mereka yang manis kawan? Mari simak tulisan selanjutnya yuk.
Suatu ketika Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam pernah bersabda, “Wanita dinikahi karena empat perkara; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya; maka pilihlah wanita yang taat beragama, niscaya engkau beruntung..” (HR. Bukhari & Muslim)

Manis adalah manis agamanya, sebab dalam Islam sesuatu yang manis ialah berasal dari tolok ukur kepastian Al Kitab dan Sunnah Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam. Ciri manisnya yang pertama kali ialah agama yang jempolan dibandingkan kedudukan, kelimpahan, maupun keparasan. Pastinya untuk urusan kayak gini kamu lebih paham bahwasanya mereka yang kaya mesti suatu saat bakalan miskin karena gak selamanya seseorang berada di puncak kekayaan apalagi kalau harta yang diperoleh berasal dari harta haram dalam mencari dan mendapatkannya, cantik mesti hilang dengan berjalan waktu dan umurnya walaupun pakai operasi plastik tetap aja terkesan maksa terlebih plastik yang digunakan ialah plastik kiloan untuk membungkus jeroan atau apalagi ketika tua masih pakai pakaian ABG bisa-bisa seantero dunia bakaln bilang ‘capee deeeh’, dan yang terakhir ialah agama, barangsiapa yang menjadikan agama sebagai ukuran dasar maka segala sesuatu pasti indah. Jika dalam hubungan pasutri tersebut diberikan kekayaan maka dengan agamanya mereka akan selalu dituntun untuk senantiasa bersyukur, jika kemiskinan melanda maka mereka menjadi hamba Allah yang bersabar, jika mereka standar dalam hal paras fisik maupun rupa niscaya mereka akan saling menerima adanya apa.

Oleh karena itu dalam salah satu sabdanya yang lain, Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda; “Kebahagiaan manusia ada tiga: wanita yang shalihah, tempat tinggal yang baik, dan kendaraan yang baik. Sedangkan kesengsaraan manusia ialah: wanita yang buruk (akhlaknya/karakternya), tempat tinggal yang buruk, dan kendaraan yang buruk.”(HR. Ahmad).

Pasangan dengan model potongan manis tersebutlah yang kelak dapat menjadikan hubungan rumah tangga menjadi harmonis. Komunikasi saling efektif, hubungan saling pengertian, kepercayaan pun terpancarkan antar keduanya, serta mereka senantiasa dalam naungan Allah Ta’ala.

Dengan demikian maka menikah dengan pilihan sebagaimana yang Rasulullah pilihkan yakni dengan agama wanita tersebut sebagai patokan utama bagi setiap pria muslim. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu dalam menafsirkan perkataan Allah dalam Al Baqarah : 187, “mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka.” Dikatakan maksudnya ialah mereka dapat membuatmu tenteram dan kamu pun dapat membuat mereka tenteram.

Ketentraman itu akan diraih jika senantiasa mengikuti apa-apa yang dijelaskan oleh Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam yakni keshalihan dalam agama dan ketakwaan dalam beribadah kepada Allah Ta’ala. Pasangan yang manis ialah pasangan yang senantiasa menjadi penyeimbang bagi pasangannya. Jika salah satunya menjadi api maka satunya hendaklah menjadi air bukan keduanya menjadi api. Pengertian dan saling memahami adalah kunci bagian kemanisan. Akhlak mulia adalah sesuatu yang manis kawan dibandingkan sekedar paras wajah maupun harta kekayaan semata.

Sebagai akhir dari proses pilih-memilih pasangan dan ketepatan dalam menentukan jodoh ideal. Ada sebuah kisah yang dibawakan oleh Al Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyyah dalamAhkamun Nisaa’ (h. 82). Ibnu Ja’dabah berkata, “Di tengah kaum Quraisy ada seorang pria yang berakhlak buruk. Tetapi tangannya suka berderma, dan dia orang yang berharta. Bila dia menikahi wanita, dipastikan dia akan menceraikannya karena akhlak yang buruk dan kurangnya ketabahan istri-istri tersebut. Kemudia ia menikahi wanita Quraisy yang berkedudukan mulia. Wanita tersebut telah mendapatkan kabar tentang keburukan akhlak pria tersebut. Ketika mahar diputuskan diantara keduanya, pria ini berkata: ‘Wahai wanita, sesungguhnya pada diriku terdapat akhlak yang buruk dan itu tergantung kepada ketabahan, jika engkau bersabar terhadapku (maka kita lanjutkan pernikahan ini), namun jika tidak, maka aku tidak ingin memperdayamu terhadapku.’ Maka wanita tersebut lantas mengatakan: ‘Sesungguhnya orang yang akhlaknya lebih buruk darimu ialah  orang yang membawamu kepada akhlak yang buruk.’ Akhirnya wanita ini menikah dengannya, dan tidak pernah terjadi diantara keduanya kata-kata (cerai) hingga kematian memisahkan diantara keduanya.”

Kembali lagi diingatkan, bagi kamu yang akan menikah dan merasa bingung mencari pilihan yang tepat. Ikutilah anjuran Nabimu shalallahu ‘alayhi wa sallam. Pilihan yang beliau pilihkan bagi umatnya niscaya itu adalah sebaik-baiknya pilihan. Menjalin hubungan dengan memulainya diatas keshalihan berlandaskan akhlak mulia penuh ketentraman adalah pra-syarat agar menikah menjadi lebih manis dibandingkan sekedar perut buncit ataupun wajah bebas jerawat setelah hormon tersalurkan tertumpah pada tempatnya dengan tepat. Maka, mari menikahlah dengan yang manis, agar hidup menjadi lebih manis