Saturday, April 25, 2015

Candailah Anak Kalian (2/2)



(red. vbaitullah.or.id): Di antara bentuk rasa kasih-sayang yang dapat dicurahkan kepada anak, adalah dengan mengikuti pola pikir mereka agar dapat terlibat dalam senda gurau bersama mereka. Inilah yang diajarkan dalam Islam seperti dalam perilaku Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bagaimana bentuk dan konteks keterlibatan kita ini?




3 Ikut Serta Bersenda Gurau Dengan Anak- anaknya Yang Masih Kecil

Sebagian orang berlebihan memberikan kesempatan anak-anak mereka bersenda
gurau, sehingga hampir seluruh waktunya terbuang sia-sia demi bergurau
dengan anak-anak mereka. Sebagian lainnya sibuk dengan kegiatannya
dan sangat merasa rugi kalau waktunya digunakan untuk bermain dengan
anak-anaknya, maka terbentuklah pribadi anak-anak sebagaimana akhlak
dan perangai orang tua mereka. Tidak mengherankan apabila ada anak
yang berkarakter kocak, tidak pernah serius, dan selalu meremehkan
sesuatu walaupun itu penting. Atau sebaliknya, ada anak yang selalu
serius, tidak pernah tersenyum, mudah tersinggung, dan sebagainya.


Tidak selamanya senda gurau itu tercela. Suatu ketika manusia membutuhkannya.
Akan tetapi kebutuhan ini sebatas kebutuhan garam untuk setiap masakan,
yang apabila kebanyakan garam berakibat masakan menjadi jelek, begitu
pula apabila kurang garam menyebabkan masakan akan hambar, sebagaimana
diungkapkan oleh Abul Fath al-Basti:



"Akan tetapi apabila engkau ingin bersendau gurau, hendaklah…
hanya sebatas garam yang kau berikan pada makanan."

Perlu kita ingat bersama, canda dan senda gurau Rasulullah yang patut
kita tiru mempunyai beberapa keistimewaan. Di antaranya, Rasulullah
bercanda tetapi tidak dengan kedustaan, canda Rasulullah tidak sampai
mengurangi martabat dan wibawa beliau, dan canda beliau tergolong
sedikit hanya sebatas kebutuhan saja.


Itulah beberapa kriteria senda gurau yang dapat menimbulkan rasa kasih
dan sayang, mengusir perasaan-perasaan yang kurang berkenan, membuat
orang betah bergaul dengan sesamanya, dan lain-lain. Apabila senda
gurau itu dibutuhkan oleh orang dewasa, maka anak-anak yang masih
kecil akan lebih membutuhkan senda gurau tersebut. Untuk itulah suri
teladan kita, Rasulullah, kadang bersenda gurau dengan anak-anak kecil
dengan berbagai cara yang berbeda menurut keadaan dan kebutuhan masing-masing.
Di antaranya:


3.1 Kadang-kadang dengan menyebut gelaran atau sebutan yang menarik bagi
anak kecil

Ada seorang sahabat Nabi yang bernama Abu Thalhah. Dia mempunyai putra
yang masih kecil. Suatu ketika Rasuiullah menemuinya dalam keadaan
sedih, lalu Rasulullah bertanya pada orang tuanya kenapa anak ini
sedih. Mereka mengatakan, seekor burung sejenis burung pipit yang
biasa jadi mainannya telah mati. Lantas Nabi menegur dengan gelaran
untuk menghibur kesedihan anak ini dengan mengatakan:



"Wahai Abu Umair, apa yang dilakukan an-nughair?"
HREF="#foot117">12

An-nughair adalah pengecilan nama dari burung sejenis burung pipit
tersebut. Rasulullah menggelari anak ini dengan Abu Umair (bapaknya
Umair) padahal anak ini masih sangat kecil, dan ini dimaksudkan untuk
menghibur dan bergurau dengan anak yang sedang sedih ini.


Pada kesempatan yang lain Rasulullah memanggil Anas bin Malik dengan
bercanda:


"Wahai sang pemilik dua telinga!"13

3.2 Kadang-kadang dengan menggendong dan meletakkannya di atas pundaknya

Seorang sahabat yang bernama al-Barra’ bin Azib mengatakan, "Aku
pernah melihat Rasulullah, sedangkan al-Hasan bin Ali berada di atas
pundak beliau seraya beliau mengatakan:



"Wahai Alloh, sungguh aku mencintainya (al-Hasan yang sedang
berada di atas pundak Nabi), maka cintailah dia."
HREF="#foot119">14

Pada kesempatan lain, pernah Rasulullah menggendong cucu perempuannya
yang bernama Umamah ketika sedang dalam shalatnya, apabila beliau
hendak sujud beliau letakkan cucunya, dan apabila berdiri beliau gendong.
HREF="#foot120">15

3.3 Kadang-kadang dengan mendekap anak kecil dari belakang kemudian anak
itu disuruh menebaknya


Ada seorang sahabat yang masih kecil dari kalangan penduduk gurun,
bernama Zahir. Anak ini bermuka buruk tetapi Rasulullah suka dengannya.
Suatu ketika Nabi melihatnya menjual sesuatu di pasar. Lalu Nabi segera
mendekapnya dari belakang sedangkan anak ini tidak bisa melihat siapa
yang mendekapnya. Lantas ketika tahu bahwa yang mendekapnya adalah
Rasulullah maka anak ini senantiasa menempelkan punggungnya ke dada
Rasulullah karena dia cinta kepada beliau.
HREF="#foot121">16

3.4 Kadang-kadang dengan menyemburkan air ke wajah anak kecil atau sekedar
menjulurkan lidahnya supaya anak itu senang

Ada lagi sahabat lain yang masih tergolong sangat kecil yang ‘mendapatkan’
sendagurau Rasulullah, yakni Mahmud bin ar-Rabi’, dia mengatakan:



"Aku masih ingat dengan semburan air dari satu ember yang
dulu pernah Rasulullah semburkan dari mulutnya pada wajahku. Saat
itu aku masih berumur kira-kira lima tahun."
HREF="#foot122">17

Pada kesempatan lain, sahabat Abu Hurairah pernah menceritakan:


Dari Abu Hurairah dia berkata,



"Pernah dulu Rasulullah, menjulurkan lidahnya kepada al-Hasan
bin Ali. Tatkala melihat lidah Rasulullah yang merah, al-Hasan merasa
riang gembira dengannya."
HREF="#foot123">18

Demikianlah, beberapa akhlaq Nabi kita yang mulia terhadap anak-anak.
Mudah-mudahan bisa menjadi siraman hati dan melunakkan hati yang keras
sehingga menjadi lembut sesuai dengan kebutuhan anak-anak yang memang
membutuhkan kasih sayang dan kelembutan dari orang tuanya. juga, mudah-mudahan
hati kita tidak menjadi kering atau bahkan mati -na’udzu billah
min dzalik- dari perasaan tersebut.


Wahai para orang tua, bersegeralah mengoreksi diri! Kasih sayang dan
kelembutan ataukah kekerasan dan pukulan yang telah kita berikan kepada
buah hati kita? Wallohu A’lam.




Catatan Kaki



11.HR. Bukhari 5190, Muslim 892.

…12.HR. Bukhari 6129, Muslim 2150.

…13 .HR. Abu Dawud dan Tirmidzi. Dishahihkan oleh al-Albani
dalam Mukhtashar asy-Syama’il al-Muhammadiyah no. 200.


HREF="#tex2html14">14

HR. Bukhari 3749, Muslim 2422.

…15

HR. Bukhari 516, Muslim 2/181.

…16

HR. Ahmad dan Ibnu Hibban, dishahihkan oleh al-Albani
dalam Mukhtashar asy- Syama’il al-Muhammadiyah no. 205.

…17.HR. Bukhari 77.

18.Lihat Silsilah ash-Shahihah 70.



Disalin dari Majalah Al Furqan Edisi 6 Tahun V / Muharram 1427